Logo
21 Oktober 2023 Aan Christian Pranata Purba

Di Dalam Taman

di dalam taman

Baca: Kejadian 2:8-9; 3:16-19

Ayah saya senang berada di alam terbuka untuk berkemah, memancing, dan berburu bebatuan. Ia juga senang bekerja di pekarangan dan kebun, meski hal itu membutuhkan kerja keras! Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memangkas, mencangkul, menanam benih atau bunga, mencabuti rumput liar, memotong rumput, serta menyirami pekarangan dan kebunnya. Hasilnya memang sepadan—halaman rumput yang rapi, tomat yang segar, dan mawar yang cantik. Setiap tahun Ayah memangkas tanaman mawar sampai pendek mendekati tanah, dan setiap tahun juga tanaman bunga itu akan tumbuh kembali—memenuhi indra dengan aroma dan keindahannya.

Dalam Kitab Kejadian, kita membaca tentang Taman Eden tempat Adam dan Hawa tinggal, bertumbuh, dan melangkah bersama Allah. Di sana, Allah “menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya” (Kej. 2:9). Saya membayangkan taman yang sempurna itu juga memiliki bunga-bunga yang indah dan harum—bahkan mungkin mawar tanpa duri!

Setelah Adam dan Hawa memberontak terhadap Allah, mereka diusir dari taman dan harus menanam serta merawat taman mereka sendiri. Itu berarti mereka harus mengusahakan tanah yang keras, bersusah payah mengenyahkan duri, dan menghadapi beragam tantangan lainnya (3:17-19,23-24). Namun, Allah terus memelihara mereka (ay.21). Dia juga tidak meninggalkan umat manusia tanpa keindahan ciptaan yang dapat menarik kita kepada-Nya (Rm. 1:20). Bunga-bunga di taman menjadi lambang pengharapan dan penghiburan yang mengingatkan kita akan kasih dan janji Allah yang terus berlaku bagi ciptaan yang diperbarui-Nya! —Alyson Kieda

WAWASAN
Gambaran taman dalam Kejadian 2–3, yang mencakup “pohon kehidupan” (2:9; 3:22,24), mempersiapkan para pembaca Alkitab untuk penggunaan istilah tersebut di bagian-bagian lain dari Kitab Suci. Orang yang memakan buah dari pohon yang unik dan memberi hidup itu tidak akan mati (3:22). Dalam Kitab Amsal, ungkapan tersebut dipakai secara metafora: “[Hikmat] menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya” (3:18); “Hasil orang benar adalah pohon kehidupan” (11:30); “Lidah lembut adalah pohon kehidupan” (15:4). Dalam Kitab Wahyu (22:2,14,19), kita melihat keberadaan orang percaya kelak di tempat serupa taman Eden. Suatu kehidupan indah seperti di taman tersebut sungguh-sungguh menanti umat Allah. —Arthur Jackson